SENIN, 16 JULI 2018, Ponik berhasil menyelinap ke dalam “Kelas Online Sayurankita”. Di sana, Ponik mencuri ilmu Master tentang Media Tanam. Ternyata, dari satu materi Media Tanam, Ponik bisa dapat banyak pelajaran. Karena Ponik nggak pelit seperti Master, jadi Ponik mau berbagi cerita pengalaman jadi murid ilegalnya Master di Kelas Online Sayurankita pertama itu. Itung-itung membayar hutang tulisan Ponik yang udah bejibun ke Sahabat Ponik. Hwehehehe…!
Eh, ngomong-ngomong, Sahabat Ponik sudah tahu, kan, apa itu Kelas Online Sayurankita? Kalau belum, silakan baca di sini yaa…!
Nah, di setiap kelas virtualnya, Master memilih satu materi yang akan dibahas bersama-sama. Materi di hari pertama Kelas Online, Master memilih materi “Media Tanam”. Mengapa Media Tanam? Karena media tanam adalah hal yang paling krusial yang harus dipahami bagi para pekebun pemula. Menurut Master, media tanam adalah kunci keberhasilan dalam proses berkebun. Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila media tanamnya bagus dan tepat.
Dalam silabusnya (klik gambar di sebelah), Master menjelaskan bahwa media tanam berbeda dengan wadah tanam. Memang, berdasarkan pengamatan Ponik, cukup banyak orang yang salah kaprah dalam penggunaan term “media tanam”. Sebagian orang menganggap pot, polibeg, planter bag dan yang sejenisnya itu, sebagai media tanam. Padahal, ternyata benda-benda tersebut adalah wadah tanam!
Waduh!?
Yaps! Wadah Tanam adalah tempat atau wadah untuk meletakkan media tanam. Wadah tanam dapat berupa benda-benda yang dibuat khusus untuk menanam seperti pot, polibeg, dan planter bag, atau bisa juga berupa benda-benda daur ulang seperti gelas plastik, gayung bocor, galon, ember cat, kuali, panci dan lain sebagainya yang sudah tidak dapat digunakan lagi sesuai fungsi utamanya. Barang-barang bekas tersebut dapat dialihfungsikan menjadi wadah tanam yang kreatif.
Hmm.. kalau pot dan polibeg ternyata adalah “wadah tanam”, lalu yang disebut media tanam itu, yang mana, yaaa…?! Cus, baca lagi~!
Media tanam adalah kunci keberhasilan dalam proses berkebun. Tanaman akan tumbuh dengan baik apabila media tanamnya bagus dan tepat.
Media Tanam (selanjutnya ditulis metan) adalah media (sarana) untuk menanam tanaman. Fungsinya untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman dengan cara menjaga kondisi fisik tanaman, menyuplai oksigen dan air, serta nutrisi, dan mempertahankan tanaman agar tidak mudah tumbang. Metan dapat dimasukkan ke dalam wadah tanam. Berdasarkan asal pembuatannya, metan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yakni organik dan anorganik.
Metan organik adalah metan yang berasal dari komponen makhluk hidup. Proses pembentukannya terjadi secara alami dengan bantuan organisme, contohnya metan tanah, kompos, pupuk kandang, dan moss (lumut). Akan tetapi, juga ada metan organik yang dapat digunakan dari sampah-sampah yang dihasilkan manusia, seperti sekam, sisa dari peggilingan padi, serabut kelapa atau lebih dikenal dengan cocopeat yang berasal dari sisa pemanfaatan buah kelapa, serbuk kayu yang sering diproduksi oleh tukang kayu atau pabrik mebel, atau sisa batang pakis.
Metan anorganik adalah metan hasil sedimentasi alam yang membutuhkan waktu bertahun-tahun. Contohnya adalah kerikil, pasir, dan batu apung. Nah, dari metan anorganik ini juga bisa dihasilkan metan sintetik. Artinya, dalam proses pembuatan metannya, perlu campur tangan manusia dan umumnya terdiri dari dua unsur atau elemen yang menghasilkan suatu hal yang baru. Seperti rockwool yang terbentuk dari kombinasi batuan basalt, batu kapur dan batu bara yang dipanaskan mencapai suhu 1600 derajat Celcius sampai meleleh seperti lava, kemudian dengan menggunakan hukum fisika, gaya sentrifugal, cairan batu tersebut dibentuk menjadi serat-serat halus, dan ditumpuk menjadi seperti yang sering kita lihat[1]. Sederhananya, pembuatan rockwool ini seperti pembuatan gulali. Selain rockwool, ada juga hidroton yang terbuat dari tanah liat yang dipanaskan, vermikulit dan perlite yang terbuat dari bebatuan, dan hidrogel yang terbuat dari polimer (karet). Sebagaimana metan anorganik yang sulit terurai, maka metan sintetis juga memiliki sifat yang sama, sulit terurai, seperti sisa rockwool yang sering digunakan dalam hidroponik.
Ternyata jenis metan ada banyak, ya…?! Tidak hanya tanah. Hohohoo!
Metan yang baik adalah metan yang bebas patogen dan memiliki porositas yang seimbang. Patogen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia V didefinisikan sebagai parasit yang mampu menimbulkan penyakit atau kerusakan pada inangnya. Patogen pada tanaman dapat berupa jamur, bakteri atau telur-telur serangga yang akan menjadi hama tanaman. Salah satu cara untuk mengetahui adanya jamur dalam metan adalah melalui keberadaan benang-benang putih pada metannya. Umumnya, patogen cukup sulit dideteksi karena berada dalam siklus istirahat dan tak kasat mata. Patogen akan muncul ketika metan memberikan kondisi lingkungan yang pas, salah satunya kondisi lingkungan yang terlalu lembab.
Kondisi lembab pada metan dapat dipengaruhi oleh porositas metan. Porositas dapat diartikan sebagai ruang kosong yang terdapat pada metan, yang dapat ditempati atau dilalui oleh air dan udara. Ruang kosong tersebut ada yang berukuran besar, sedang, dan kecil. Untuk ruang kosong yang berukuran besar, itu disebut dengan pori makro, berfungsi sebagai tempat pertukaran udara dan keluarnya air yang tidak terikat tanah. Sementara, ruang kosong yang berukuran kecil disebut pori mikro, yang fungsinya sebagai pengikat atau penahan air. Kondisi lembab pada metan salah satunya disebabkan oleh pori mikro yang terlalu banyak (porositas kecil) sehingga air tersimpan dalam jumlah besar dan dalam waktu yang lama. Porositas kecil juga menyebabkan pertukaran udara terganggu. Tanaman yang ditanam pada metan seperti ini akan kekurang oksigen dan kelebihan air.
Tanah liat adalah salah satu contoh metan dengan porositas kecil, dapat dilihat dengan cara menyiramkan air pada tanah liat tersebut. Biasanya, air akan tergenang terlebih dahulu dan membutuhkan waktu yang lama untuk terserap sempurna. Sementara itu, contoh metan dengan porositas besar (pori makro yang banyak) adalah pasir atau sekam. Porositas besar menyebabkan metan tidak mampu mengikat dan menahan air dalam waktu yang lama sehingga metan akan cepat kering dan menyebabkan tanaman kekeringan.
Porositas seimbang pada metan berarti metan memiliki kadar pori makro dan pori mikro yang seimbang. Keseimbangan porositas inilah yang membuat udara dapat berputar dengan leluasa dan air dapat ditahan untuk beberapa waktu untuk dimanfaatkan oleh tanaman sesuai kebutuhannya. Salah satu cara untuk mengetahui kadar porositas pada metan adalah dengan meletakkan metan ke dalam suatu wadah yang sudah dilubangi bagian bawahnya, kemudian menyiramnya dengan air. Apabila air mengalir terlalu cepat, berarti pori makro lebih banyak daripada pori mikro. Sebaliknya, apabila air tertahan lebih lama, maka pori makro lebih sedikit daripada pori mikro.
Sahabat Ponik sudah pusing? Nah, biar lebih gampangnya, bisa lihat ilustrasinya pada video di bawah ini.
Sudah lebih jelas? Kalau belum, Ponik minta maaf ya, karena videonya memang tidak begitu jelas. Hakhakhak…!
Tapi, kalau diperhatikan dengan saksama, akan terlihat bagaimana air melewati masing-masing jenis metan. Pada percobaan sekam dan mix (campuran antara tanah, kompos, dan sekam), tampak sangat jelas bahwa air mengalir lebih cepat pada sekam. Sementara pada percobaan tanah dan kompos, air mengalir lebih cepat pada kompos. Dari percobaan tersebut, sekilas dapat disimpulkan bahwa porositas tanah lebih kecil dibandingkan kompos, yang memiliki porositas lebih kecil daripada sekam. Untuk mendapatkan metan yang ideal atau membuat media artifisial (metan buatan), kita dapat mencampur ketiga metan tersebut dengan komposisi tertentu sesuai jenis dan kebutuhan tanamannya. Pada umumnya, tanaman menyukai media tanam yang gembur, serta air dan udara yang seimbang. Untuk mendapatkan “komposisi tertentu” tersebut, perlu percobaan yang terus menerus, yang disebut Master sebagai trik “trial and error“. Alasannya karena kondisi setiap metan yang digunakan seperti tanah, kompos, pukan atau sekam di masing-masing daerah/lingkungan berbeda. Namun, dari beberapa penelitian yang sudah sering dilakukan perbandingan metan yang umum digunakan adalah 1:1:2 dengan perbandingan satu untuk tanah dan kompos atau pukan, dan dua untuk sekam.
“Coba terus, coba lagi, cobaaaa sampai ketemu sendiri komposisi yang pas untuk setiap tanamannya”, begitu kata Master saat berbagi pengalaman menemukan komposisi metan yang pas untuk tanaman di kebun Ponik.
Oh, iya! Dalam membuat metan kita juga perlu memahami kebutuhan tanaman, ya! Karena setiap tanaman membutuhkan kondisi metan yang berbeda. Ada tanaman yang membutuhkan air yang banyak, seperti tanaman herba (mint, basil, tanaman sayuran daun), dan ada juga tanaman yang hanya membutuhkan air sedikit seperti tanaman kaktus-kaktusan dan lidah buaya. Kebutuhan air tanaman itulah yang menjadi salah satu tolak ukur kita dalam membuat metan.
Dari beberapa penelitian yang sudah sering dilakukan perbandingan metan yang umum digunakan adalah 1:1:2 dengan perbandingan satu untuk tanah dan kompos atau pukan, dan dua untuk sekam.
Perlu diketahui juga oleh Sahabat Ponik bahwa pada dasarnya setiap metan mengandung sifat fisik dan sifat kimia yang membuatnya berbeda dari metan yang lainnya. Kedua sifat ini saling berkaitan dan memengaruhi. Apabila sifat fisiknya seimbang, maka sifat kimia akan mengikuti dengan sendirinya. Porositas termasuk sifat fisik metan yang berkaitan dengan ukuran partikel metan, sementara sifat kimianya dapat berupa kapasitas tukar kation[2], pH[3], dan salinitas[4]. Sifat-sifat kimia tersebut dapat diuji menggunakan cara atau alat tertentu.
Wuih! Ternyata, lumayan ribet dan bikin pusing juga, ya, kalau udah bahas sifat-sifat metan ini…?! Untungnya, selalu ada trik dan tip yang menyederhanakan keribetan si metan, salah satunya dengan menguji porositas (keseimbangan pori makro dan mikro), seperti penjelasan Master di atas.
Kelas malam itu tidak hanya sebatas Master memberikan modul dan menjelaskan materi, tetapi dilanjutkan dengan tanya jawab. Mau tahu pertanyaan apa aja yang ditanyakan? Rata-rata, pertanyaannya sama seperti yang sering Ponik dapatkan di luar kelas. Yuk, klik gambar di bawah, dan kita kulik pertanyaan-pertanyaan tersebut bersama-sama!
Meski kelasnya hanya dua jam, dan Ponik hanya “murid ilegal”, tapi Ponik tetap senang karena ada banyak hal yang bisa digali. Dari kelas Media Tanam ini, Ponik menarik kesimpulan bahwa, pada dasarnya apa saja bisa menjadi media tanam asalkan bisa menopang tumbuh kembang tanaman. Ponik jadi mau berkesperimen memakai mainan lego milik keponakan Ponik untuk dijadikan media tanam. Ponik tinggal menambahkan nutrisi. Hahahaha!
Oya! Menurut Ponik, poin penting dalam berkebun adalah bukan soal bagaimana kita mendapatkan tanaman yang tumbuh besar dan sehat, melainkan bagaimana kita memilih dan memperlakukan media tanam. Dan hal penting lainnya yang harus kita perhatikan jika kita memilih media tanam tanah adalah perawatan media tanam tersebut. Bayangkan kalau tanahnya dipakai terus-menerus tapi tidak dirawat, tidak dikasih makan? Ponik jamin, lagunya Koes Plus yang berjudul “Kolam Susu” ga akan berlaku lagi. Lah, tanahnya udah ga sehat, ya, kaaan…?!
Pantesan Master memilih materi ini sebagai pembuka Kelas Online Sayurankita. Pasti tujuannya agar kita lebih bijaksana memperlakukan tanah kita yang subur ini! Yuk, ah, cintai media tanam kita, sebelum mencintai tanaman-tanaman kita!
Salam petani kece~
Pekanbaru, 27 Juli 2018
Sayurankita
Catatan Kaki
[1] Tom Alexander, Don Parker (1994). The Best of Growing Edge. New Moon Publishing, Inc.
[2] Kemampuan tanah untuk menyerap dan melepas ion-ion ke dalam larutan tanah. Ini berkaitan dengan ketersediaan dan penyerapan hara untuk tanaman.
[3] Derajat keasaman. pH tanah atau metan untuk tanaman berkisar antar 5.5-6.5. jika terlalu rendah atau terlalu tinggi akan memacu reaksi kimia lainnya yang dapat menyebabkan tanaman keracunan hara.
[4] Kandungan garam dalam tanah atau metan yang dapat diuji melalui EC (Electrical conductivity) atau konduktivitas listrik yang sering digunakan untuk melihat tingkat kandungan garam/mineral dalam tanah. Jika EC tinggi maka kadar garam tinggi yang akan mengganggu pertumbuhan tanaman.
Konten oleh: Ade Surya Tawalapi
Penyunting: Afifah Farida