Penulis: Sulman (salah seorang warga Gili Meno, Pemenang, Lombok Utara)
Penyunting: Afifah Farida & Manshur Zikri
Tulisan ini sudah dimuat di www.berajahaksara.org dengan judul “AksaraTani; Trash Hero Clean Up Gili Meno“. Dimuat kembali di Sayurankita.com dengan suntingan baru atas izin Yayasan Pasirputih.
Trash Hero adalah sebuah yayasan yang berdiri di Ceko tahun 2013. Salah satu kegiatan Trash Hero adalah mengumpulkan sampah-sampah di area umum agar area umum tetap bersih dari sampah. Sampah-sampah yang dikumpulkan tersebut dapat dikirim ke tempat pengelola sampah (TPS) akhir atau didaur-ulang, tergantung kebijakan masing-masing tempat. Trash Hero masuk pertama kali ke Indonesia tahun 2015 di Gili Meno, kemudian menyebar ke Tanjung, Lombok Utara, Bali, Ambon, Flores, dan beberapa daerah Indonesia lainnya.
Kegiatan Trash Hero pertama kali di Gili Meno didominasi oleh tamu-tamu asing yang sedang liburan. Mereka mengajak teman-teman yang menginap di Ecohostel untuk ikut serta dalam kegiatan clean up setiap Senin sore. Teman-teman yang ikut kegiatan tersebut akan diberikan potongan harga ketika makan di Sasak Kafe hari itu. Tidak berjalan lama, kegiatan Trash Hero vakum, karena pemuda dan Satgasnya masih belum tahu banyak dengan kegiatan tersebut.
Akhir tahun 2016, saya memutuskan berhenti bekerja dan kembali ke Gili Meno. Saya berpikir, kalau di pulau-pulau lain pariwisatanya bisa maju dan ramai, mengapa di Gili Meno tidak…? Menurut saya, salah satu cara untuk meningkatkan pariwisata di sini ialah dengan menjaga pantai dan lingkungan agar tetap bersih. Maka dari itu, saya mengajak teman-teman pemuda di sini untuk membangkitkan lagi kegiatan gotong royong, menjaga lingkungan agar tetap bersih dari sampah lewat kegiatan yang sudah pernah ada, yaitu Trash Hero. Saat ini, Trash Hero bukan lagi dipegang oleh tamu asing, tapi oleh pemuda dan Satgas di Gili Meno, namun masih berada dalam satu payung dalam Yayasan Trash hero di Ceko.

Trash Hero kembali kita mulai bertepatan dengan kegiatan tradisi Sampang Sandro. Pada saat itu, diadakan acara selama dua hari. Hari pertama, pada acara ritual Sampang Sandro, yaitu tradisi yang dilakukan sebelum menyia (membuat garam); dan hari kedua, adalah kegiatan clean up (bersih-bersih pulau). Dari kegiatan ini, ternyata dampaknya begitu besar. Mulai banyak yang ikut kegiatan clean up ini. Sekarang kita menggunakan nama Sunday Clean Up, yang dilakukan setiap hari Minggu, dimulai pukul 15.30, titik awalnya di kantor kepala dusun dan keliling pulau. Rutenya bergantian. Rute yang sering kita lewati adalah rute-rute yang sering dan ramai dikunjungi oleh para tamu. Dari kegiatan ini, kita mencoba menarik pemuda dan anak-anak karena merekalah yang masih punya semangat untuk kegiatan-kegiatan seperti ini. Sesekali untuk hiburan, kita juga memberikan doorprize atau hadiah-hadiah kecil demi tetap menjaga semangat teman-teman. Saya pribadi senang melihat antusias anak-anak dan teman-teman di sini. Harapannya, kegiatan ini dapat menyebarkan semangat untuk menjaga pulau dan pantai agar tetap bersih. Karena, kalau bukan kita, sebagai orang yang tinggal di pulau ini yang pertama kali menjaga pulau ini, siapa lagi?
Untuk saat ini, sampah-sampah anorganik seperti botol atau plastik yang dikumpulkan masih dikirim ke tempat pembuangan akhir (TPA) di Lombok lewat kapal Pemda (Pemerintahan Daerah), sedangkan sampah-sampah organik mulai kita galakkan untuk dikelola sendiri. Sudah ada beberapa pengusaha bungalow yang mengelola sendiri sampah-sampah organiknya untuk dibuat kompos, meskipun masih ditimbun dalam tanah, seperti Ana Warung. Sampah-sampah organik ini masih bisa dimanfaatkan untuk garden (kebun) di Gili Meno, karena tanah di Gili Meno sebenarnya masih bagus untuk menanam. Budaya menanam masih ada meskipun sekarang cuma di kebun-kebun bungalow atau hotel-hotel.
Sampah–sampah anorganik itu sampai saat ini masih dikirim ke Lombok karena masyarakat Gili Meno sepakat tidak akan membuat tempat pengelolaan sampah di Gili Meno. Dari dulu, Gili Meno ini adalah quite island, ‘pulau yang tenang’. Pemda membarikan hibah mesin pengelola sampah ke Gili Meno, tapi kita tolak dan kita berikan ke Pemda saja agar dikelola di sana saja. Gili Meno adalah pulau yang kecil, dan kalau ada mesin-mesin besar, itu akan sangat mengganggu ketenangan masyarakat.
Dulu, ada salah satu warga, Pak Hanaming, yang berinisiatif untuk menampung sampah-sampah dari bungalow-bungalow yang ada di Gili Meno untuk diolah, tapi akhirnya ditutup karena pembakaran sampahnya mengganggu masyarakat; pemisahan sampahya tidak berjalan baik. Oleh karena itu, saat ini jalan keluarnya adalah mengirim sampah-sampah anorganik itu ke Lombok.
Memang, ada rencana untuk kembali memanfaatkan sampah-sampah botol dan plastik itu untuk membuat sesuatu yang bermanfaat, seperti gelas dari botol-botol minuman. Akan tetapi, kendala yang kami temui adalah kami kesulitan menemukan orang-orang yang punya keterampilan dalam mengolah sampah-sampah itu. Kami mau, tapi kami tidak tahu caranya. Makanya, kami minta bantuan ke Pemda, jika ada pelatihan-pelatihan seperti itu, Gili Meno tolong juga diikutsertakan karena kami juga ingin mengurangi sampah-sampah anorganik ke Lombok. Selain itu, langkah kecil yang kami sepakati untuk mengurangi sampah anorganik itu adalah mengimbau pengusaha-pengusaha bungalow, restoran, dan warung makan untuk mencoba tidak lagi menjual minuman botol kemasan dan tidak menggunakan sedotan plastik.
Menurut saya, kesadaran dalam menjaga lingkungan pulau untuk tetap bersih seperti ini harus tetap dijaga, dipelihara, dan diturunkan ke anak-cucu kita. Masuknya pariwisata tidak hanya memperbaiki ekonomi warga Gili Meno, tetapi juga akan menjadi ancaman. Pariwisata identik dengan tempat-tempat yang indah, jika kita tidak menjaganya maka pariwisata ini tidak akan bertahan lama. Maka dari itu, kesadaran masyarakat Gili Meno akan pentingnya menjaga pulaunya sendiri sangat ditekankan, agar tamu-tamu yang datang ke Gili Meno juga dapat menjaga dan menghargai Gili Meno ini sebagaimana masyarakat lokalnya menjaga pulaunya. Harapan saya dan pemuda-pemuda di sini, kegiatan clean up ini adalah salah satu langkah kecil yang dapat kami lakukan untuk menghormati dan menjaga pulau kami tetap bersih. Jika ini terus dilakukan, maka saya percaya ini akan membudaya dan Gili Meno akan tetap terjaga. ***