Penulis: Afifah Farida Jufri
Penyunting: Ade Surya Tawalapi
KEMARIN PONIK tidak sengaja melihat salah satu postingan Instagram Sahabat Ponik tentang “Spinach Day 2019”. Tiba-tiba, Ponik teringat dengan kartun Popeye si Pelaut. Kalau kamu juga korbannya si Popeye, makan bayam biar jadi kuat, tos dong! Berarti kita seumuran (eh).
Postingan tentang Spinach Day emang baru Ponik lihat kemarin, tetapi ternyata Spinach Day ini dirayakan setiap tanggal 26 Maret oleh warga Amerika. Ponik penasaran apakah ada hubungan antara Spinach Day dan kelahiran si Popeye? Dan mengapa bayam yang dimakan popeye berbeda dengan bayam yang biasa dimakan oleh orang Indonesia?
Ketika melihat postingan itu, Ponik, Master dan si Anak Magang lagi ngaso di kamar, rebutan kipas angin. Terus Ponik nyeletuk,
“Eh! Ada hari Spinach Day loh! Dirayakan oleh warga Amerika.”
Trus, Master dengan enteng minta Ponik buat nyari informasi lebih lanjut tentang Spinach Day itu. Dan kamu tahu apa yang dilakukan si Anak Magang? Ia tertawa bahagia, kemudian ngacir ke ruang kerja sambil membawa kipas angin dan berteriak,
“Semangat Ponik, kalau udah selesai cari juga tentang hari Semangka, ya!”
Ponik cuma bisa berekspresi seperti ini -____-
Yaps! Selain Spinach Day, Ponik bersama si Anak Magang juga pernah melihat postingan tentang Watermelon Day? Ternyata yang merayakan hari-hari tersebut adalah orang-orang yang tinggal di negara empat musim! Watermelon Day atau Hari Semangka sendiri dirayakan karean mereka hanya bisa menikmatinya di musim panas. Ponik merasa beruntung, karena bisa makan semangka kapan Ponik mau.
Nah, tentang Spinach Day atau Hari Bayam ini, Ponik belum menemukan alasan mengapa harus ada Spinach Day di Amerika. Beberapa artikel lepas yang Ponik baca juga mengatakan bahwa tidak ada yang tahu kapan dan siapa yang menetapkan Spinach Day, dan tidak ada proklamasi atau kongres yang menetapkan bahwa tanggal 26 Maret adalah Spinach Day. Kerennya lagi, meskipun tidak ada yang tahu seluk beluk tentang Spinach Day, warga Amerika tetap saja menjadikan Spinach Day menjadi hari untuk memakan bayam dan mengolah bayam bersama-sama. Ketika Ponik menelusuri kata kunci Spinach Day ini, maka yang Ponik temukan lebih banyak tentang bagaimana mengolah Spinach dan resep-resep makanan yang menggunakan bahan dasar Spinach! Ah, Ponik jadi lapar. Master, masak dong!
Sebentar, ketika mendengar kata Spinach, apa yang ada di benak Sahabat Ponik? Bayam? Tos lagi dong! Sama, Ponik juga begitu. Setiap melihat dan mendengar kata Spinach, maka yang ada dalam bayangan Ponik adalah sayur bening bayam dan jagung, terus ada tempe dan tahu, ditambah sambal colek dan sepiring nasi hangat! Yaaah! Benaran lapar, kan.
Namun ternyata, Spinach yang ada dalam bayangan Ponik berbeda dengan Spinach yang “mereka” bayangkan. Spinach yang dimaksud dalam kata bahasa Inggris, sesungguhnya adalah horenso. Di Indonesia, horenso lebih dikenal sebagai bayam Jepang[1]. Horenso ini merupakan “bayam” bergenus Spinacia, dengan nama ilmiahnya Spinacia oleraceae.

Sementara itu, bayam yang selama ini orang Indonesia pikir sebagai Spinach, sesungguhnya adalah Chinese Spinach (Amaranthus sp.). Alasan mengapa bisa terjadi simpang siur informasi tentang Spinach ini, kemungkinan karena Amaranthus dan Spinacia berada dalam keluarga (family) tanaman yang sama, yaitu bayam-bayaman atau Amaranthaceae.
Oh, iya! Di sini, Ponik menulis jenis bayam yang biasa kita konsumsi dengan nama Amaranthus, ya. Sebab, ada beberapa spesies Amaranthus yang biasa dikonsumsi di Indonesia, seperti Amaranthus spinosus, Amaranthus tricolor, atau Amaranthus hybrid. Pusing gak? Ponik selalu pusing dengan dunia perbayaman ini, ditambah lagi dengan kehadiran si Bayam Jepang a.k.a horenso a.k.a Spinach asli. Haha!
Di Indonesia, sayur horenso belum begitu populer meskipun sudah ada beberapa petani dataran tinggi yang mulai menanamnya dan mendistribusikannya ke beberapa supermarket. Horenso biasanya digunakan dalam masakan-masakan barat dan laut tengah. Informasi dari Wikipedia dan Encyclopedi of life (eol.org), horenso termasuk tanaman tahunan yang berasal dari Asia Barat dan Asia Tengah, yang menyebar ke seluruh dunia melalui perdagangan. Horenso termasuk tanaman subtropis yang membutuhkan suhu optimal 180-200C. Oleh karena itu, di Indonesia belum terlalu banyak petani yang menanam horenso. Hanya beberapa petani di dataran tinggi saja. Sebab, suhu yang panas merangsang pertumbuhan bunga horenso sehingga tanaman tidak tumbuh dengan optimal di daerah dataran rendah.
Bentuk daun horenso tidak jauh berbeda dengan bayam. Hanya saja daun horenso lebih berdaging daripada bayam, berwarna hijau terang, dan berbentuk bulat telur. Daunnya memiliki tangkai yang pendek yang menempel pada batang. Warna bunganya hijau keputihan. Umur panen horenso sama seperti bayam, yakni 35 hari setelah tanam.
Sahabat Ponik bisa dilihat perbedaan fisik horenso dan bayam Amaranthus pada gambar di bawah ini.
Ponik sempat penasaran mengapa horenso dikenal dengan sebutan bayam Jepang. Ponik berasumsi, bahwa salah satu negara pengimpor horenso ke Indonesia berasal dari Jepang. Namun, fakta yang Ponik dapatkan dari data FAO menyebutkan bahwa pada 2017 negara Cina adalah negara yang menguasai produksi horenso hampir mencapai 90% dari produksi dunia[2]. Maka, jawaban mengapa horenso disebut bayam Jepang, masih berupa perkiraan Ponik aja. Haha!
Horenso sudah berkembang di zaman Cina Kuno sejak tahun 647 M dan menyebar ke negara-negara Eropa melalui perdagangan. Horenso menjadi sayuran favorit salah satu ratu Prancis pada abad ke-14 dan menjadi salah satu bahan minuman tentara Prancis pada perang dunia pertama. Ekstrak horenso bisa menjadi obat bagi tentara yang mengalami pendarahan dengan cara menambahkannya pada minuman alkohol. Campuran ekstrak horenso dan alkohol ini dapat membantu penyembuhan luka.[3]
Setelah Ponik membaca dan mencari tahu lebih jauh, ternyata kandungan dalam Spinach atau horenso tidak berbeda jauh dengan bayam yang sering kita konsumsi. Data dari USDA[4] menyatakan bahwa horenso mentah mengandung 91% air, 4% karbohidrat, 3% protein dan sisanya lemak. Dalam 100 gram horenso yang dimasak mengandung 3.57 mg zat besi. Begitu juga dengan bayam Amaranthus. Data yang diperoleh dari Konsumsi Pangan Indonesia, Amaranthus mengandung hampir 94% air, 3% karbohidrat, 1% protein dan sisanya mineral. Amaranthus juga mengandung sekitar 3.5 mg zat besi. Dua jenis sayuran ini mengandung vitamin K yang lebih banyak dari sayuran hijau lainnya. Oleh karena itu, bayam-bayaman masuk kategori superfood dalam buku SuperFoodRx tahun 2004.[5]
Umumnya, setiap sayuran hijau mengandung mineral, salah satunya adalah zat besi. Namun, seperti yang sudah Ponik sebutkan di atas, keluarga Amaranthaceae ini memiliki kandungan zat besi dan vitamin K yang lebih banyak daripada sayuran hijau lainnya. Kandungan yang tinggi ini memang baik untuk tubuh. Namun di sisi lain, juga memberi pengaruh yang tidak baik untuk kesehatan. Sebab, zat besi mudah teroksidasi dan dapat menjadi racun bagi tubuh. Ditambah lagi, mereka juga memiliki senyawa asam oksalat yang juga dapat bersifat toksik atau racun bagi tubuh jika pengolahannya tidak tepat.
Itulah sebabnya, bayam dan horenso tidak boleh dimasak terlalu lama, atau dimasak kembali (dihangatkan), atau dimakan setelah 7-8 jam setelah dimasak. Sebab, perlakuan-perlakuan tersebut akan mengubah zat-zat baik itu menjadi tidak baik. Zat besi akan teroksidasi, sementara kandungan asam oksalat akan semakin banyak dan kemudian akan bersenyawa dengan kalsium yang membentuk kristal. Kristal inilah yang akan menyebabkan terbentuknya batu ginjal.[6]
Jadi, Sahabat Ponik, sebaiknya bayam atau horenso yang sudah dimasak langsung dimakan, ya! Atau dimasak sesaat sebelum jam makan. Hal ini dilakukan agar hidangan sayur bayam atau horenso tidak terlalu lama bersentuhan dengan oksigen, yang menyebabkan reaksi oksidasi, yang pada akhirnya membuat si bayam atau horenso ini menjadi racun bagi tubuh.
Catatan penting juga, nih, buat kaum anak kosan. Kalau mau makan sayur bayam, pastikan dulu sayur itu dimasak kapan dan masih baru apa gak. Jangan sampai makanan yang kita makan bukannya memberi kesehatan bagi tubuh melainkan malah penyakit. Hehe!
Ngomong-ngomong soal manfaat Spinach untuk kesehatan, Ponik jadi ingat lagi dengan “Popeye the Sailorman”. Si Popeye ini, nih, yang mempopulerkan Spinach menjadi makanan yang memberi kekuatan.
Ingat, ‘kan, cerita Popeye, yang setiap dia membutuhkan tenaga, ingin mengangkat sesuatu atau melakukan apa saja, dia akan selalu makan “Spinach”? Terus, kita yang masih lugu itu percaya aja sama film kartun itu dengan pendapat bahwa “Spinach akan memberikan kekuatan”. Dan kita yang di Indonesia ini, mengartikan Spinach sebagai bayam. Jadilah senjata ampuh bagi orang tua untuk mengajak si anak makan bayam. Wkwkwkwk! Untungnya, kandungan gizi Spinach yang dimakan Popeye, yang berarti horenso, tidak jauh berbeda dengan bayam yang kita makan. Jadi, ya, masih aman. Hehe!
Ponik penasaran, sih, kenapa Popeye memilih bayam daripada sayuran lain? Kenapa gak kangkung? Atau selada? Atau stroberi mungkin?
Nah, Ponik pernah dapat cerita, nih. Konon, katanya Elzie Crisler Segar, penulis Popeye The Sailorman, pernah membaca artikel tentang Spinach, tetapi salah baca. Segar mengira dalam 100 mg Spinach mengandung 35 mg zat besi yang membuat si Bayam ini lebih unggul dari sayuran lain (seharusnya 3.5 mg). Makanya, Segar memilih Spinach sebagai makanan yang memberi kekuatan bagi Popeye. Haha!
“Wah, banyak nih, zat besinya. Bisa jadi Iron Man, dong, cuma dengan makan bayam?” gitu kali, ya, pikir Segar. Hahaa!
Cerita itu entah berawal dari siapa. Namun, kalau Sahabat Ponik menelusuri Google untuk mencari jawabannya, yang kita temukan, ya, hampir sama, yaitu kesalahan dalam melihat catatan kandungan gizi bayam.
Terus, apakah ada hubungan antara Spinach Day dengan kelahiran Popeye? Tidak! Yak, tidak ada hubungannya sama sekali. Spinach Day dirayakan dengan memasak Spinach bersama-sama pada 26 Maret. Sementara Popeye lahir pertama kali dalam komik harian “Thimble Theatre” pada 17 Januari 1929, yang kemudian diadopsi oleh Max Fleisher menjadi film kartun berseri pada 1933. Film itu pun menjadi begitu populer sampai saat ini.
Ah, keren! Spinach Day dan Popeye The Sailorman sama-sama mempopulerkan sayuran Spinach ke khalayak ramai, terlepas apakah Spinach yang dimaksud adalah horenso atau bayam a la Indonesia. Yang jelas, dua peristiwa itu mendekatkan kita pada sayur Spinach dan memberikan pengaruh yang baik, terutama kepada anak-anak, untuk dapat memakan dan menikmati Spinach! Dan menurut Ponik, apapun maksud dari kata “Spinach” ini, dua-duanya tetap enak! Hehe!
Udah, ya! Cerita tentang Spinach Ponik selesaikan di sini dulu. Kalau ada yang menarik lagi dari kata Spinach ini, mari kita bahas lagi, muehehe!
Sekarang Ponik lapar, pengen makan bayam, biar kayak Popeye dan bisa kuat lagi buat nulis artikel lainnya.
Masteeerrr, mau sayur bayam!
“Buat sendiri!” teriak Master dari ruang kerja, dan terdengar cekikikan suara si Anak Magang.***
[Referensi]
[1] https://en.wikipedia.org/wiki/Spinach
[2] https://eol.org/pages/582002/articles
[3] https://en.wikipedia.org/wiki/Popeye
[Catatan Kaki]
[1] KBBI V luring, diakses 14 April 2019, 15.49 WIB
[2] FAO. 2018. Crops/Regions/World List for Production Quantity of Spinach in 2017. UN Food & Agriculture Organization. 2018. (Diakses pada 13 April 2019, 19.23 WIB).
[3] Margaret Grieve; Maud Grieve (1 June 1971). A modern herbal: the medicinal, culinary, osmetic and economic properties, cultivation and folk-lore of herbs, grasses, fungi, shrubs, & trees with all their modern scientific uses. Courier Dover Publications. pp. 761–. ISBN 978-0-486-22799-3. (Diakses pada 13 April 2019, 10.44 WIB).
[4] USDA. 2014. Raw spinach per 100 g, Full Report from the USDA National Nutrient Database”. US Department of Agriculture, National Nutrient Database for Standard Reference Release 27. 2014 (Diakses pada 13 April 2019, 18.05 WIB).
[5] Pratt, Steven, dan Kathy Matthews. 2004. SuperFoods Rx. HarperCollins Publishers, Inc. (dalam Safira, Fitya. 2014. Bayam. AKG FKM UI https://akg.fkm.ui.ac.id/bayam/. Di akses pada 13 April 2019, 19.35 WIB)
[6] Lingga L, 2010. Cerdas Memilih Sayuran, Agro Media Pustaka, Jakarta. Jakarta: Agro Media Pustaka.