(Aktivitas Kebun #III) Meremajakan Peppermint, Menyelamatkan si Piperita

Penulis: Ade Surya Tawalapi
Penyunting: Afifah Farida Jufri

 

MELIHAT KEADAAN KOLEKSI Peppermint di kebun Sayurankita yang mengenaskan, aku menyarankan pada Afifah untuk segera meremajakan Peppermint, demi menyelamatkan si Piperita itu. Memang, sudah beberapa bulan ini Peppermint kami diserang hama, yang menolak pergi meskipun sudah berkali-kali kami basmi. Mulai dari menyiramnya dengan larutan bawang putih dicampur cabai rawit sampai memangkas inangnya hingga botak. Namun, si kutu hitam selalu kembali lagi dan lagi bersama rombongan keluarganya lantas mengadakan “rapat terbuka” di pucuk-pucuk daun Peppermint. Huh!

Kondisi koleksi Peppermint di kebun Sayurankita. Arsip: Ade/Sayurankita

Afifah menyetujui saranku dan segera mengamanahkannya pada si Anak Magang ini. Dengan pasrah aku menerima kerjaan dari Afifah itu dan mulai mempersiapkan kebutuhan menyetek tanaman. Hitung-hitung, sekalian membuat konten untuk kanal Youtube Sayurankita (tonton, ya! Videonya akan tayang besok). Hehehe.

Maka, Senin pagi, 6 Mei 2019 kemarin, aku asyik dengan pekerjaanku bersama kamera, solder, gelas plastik, media tanam dan berbatang-batang Peppermint. Sementara Afifah asyik bermain air bersama para tanaman.

Oh iya, sudah pada tahu, kan, apa itu Peppermint?

Peppermint (Mentha piperita atau Mentha balsamea Wild) adalah salah satu varietas tanaman mint (mentha atau mentol) hasil persilangan dua jenis mint, yakni spearmint (Mentha spicata) dan watermint (Mentha aquatica). Tananam mint yang satu ini umum dikonsumsi sebagai campuran minuman, seperti teh, mojito, dan smoothie. Peppermint juga umum dipakai di kafe dan restoran, karena lebih mudah memperolehnya di pasar. Sebab, dibandingkan dengan varietas mint lainnya, Peppermint adalah yang paling mudah tumbuh, termasuk di Indonesia yang beriklim tropis ini, padahal tanaman mint pada umumnya tumbuh lebih baik di lingkungan basah dan tanah yang lembab. [1]

Peppermint merupakan tanaman herbal yang memiliki banyak kegunaan, di antaranya adalah untuk menambah nafsu makan, menurunkan berat badan, melancarkan pencernaan, obat panas dalam dan untuk kebugaran tubuh. Tanaman ini mengandung minyak asiri yang berbau harum dan dapat diekstrak dengan penyulingan. Aromanya yang khas dan wangi juga biasa digunakan untuk terapi stres dan sakit kepala. [2]

Nah, seperti biasa, sebelum menyetek tanaman apa saja dari kebun, aku selalu mempersiapkan media seteknya terlebih dahulu, seperti yang diajarkan Afifah padaku, Agustus 2017 lalu. Berhubung wadah untuk meletakkan media tanamnya sedang kosong, maka aku harus memulai dari mempersiapkan wadah tanam atau wadah bibit. Kali ini, aku menggunakan gelas plastik sebagai wadah bibitnya.

Aku menggunakan gelas plastik ukuran besar, yang biasa digunakan untuk minuman Pop Ice. Sebenarnya, aku ingin memakai dua ukuran gelas plastik, yakni gelas Pop Ice dan gelas air mineral biasa. Tujuannya, sekadar untuk penelitian kecil-kecilanku saja. Apakah ukuran wadah mempengaruhi pertumbuhan akar setekan? Sebenarnya untuk menjawab ini, aku bisa saja membaca referensi, tapi aku hanya penasaran dan ingin mencoba. Sayangnya, Afifah menyarankan supaya gelas air mineral itu kami gunakan dulu untuk mengisi taman vertikal kami yang masih kosong, agar saat lebaran nanti taman itu terlihat lebih cantik dan berisi. Itulah mengapa akhirnya aku hanya menggunakan gelas plastik besar.

Sebelum diisi media tanam, gelas plastik harus dilubangi terlebih dahulu untuk saluran airnya (drainase). Aku tidak pernah memperhatikan berapa banyak lubang yang biasanya kubuat pada gelas. Namun hari itu, aku mulai memperhatikannya. Aku membuat sekitar enam lubang untuk bagian dasar gelas dan dua puluh empat lubang untuk bagian badannya, dengan susunan tiga lubang ke atas dan delapan lubang melingkar.

Salah satu setekan Peppermint. Arsip: Ade/Sayurankita

Sebenarnya, Afifah pernah berkata padaku bahwa tidak perlu memusingkan berapa banyak lubang yang harus dibuat. Dia memang penganut aliran “kirologi”, alias “ilmu kira-kira”, sejati. Menurut Afifah, selama air bisa mengalir dan tidak menggenangi media tanam, itu sudah cukup. Berapa banyak lubangnya? Ya, dikira-kira saja. Haha.

Setelah aku selesai melubangi gelas-gelas plastik tersebut, aku mulai mempersiapkan media tanamnya. Media tanam yang biasa kami gunakan adalah campuran antara sekam bakar, tanah hitam dan pupuk kompos atau pupuk kandang. Kebetulan, kompos di kebun Sayurankita waktu itu belum matang sehingga Afifah membeli bekarung-karung tanah dan sekam bakar dari Bapak Tanah (lagi-lagi, aku lupa nama bapak penjual tanah pertanian langganan kami. Haha!). Tanah yang dijual Bapak Tanah sudah dicampur dengan pupuk kandang (pukan) dan siap pakai. Maka, hari itu aku hanya perlu mengaduk sekam bakar, atau biasa disebut juga dengan nama arang sekam, ke campuran tanah-pukan dari Bapak Tanah.

Usai mengaduk-aduk media tanam sampai rata, aku lalu mengisi wadah tanam dengan media tanam. Hmm.., kamu pasti jadi bingung, ya? Apa bedanya wadah tanam dan media tanam? Tentu saja berbeda.

Gelas plastik adalah salah satu contoh wadah tanam. Sementara tanah, kompos dan sekam bakar adalah contoh-contoh media tanam. Ketika ketiganya dicampur, maka menjadi satu media tanam baru, yakni media tanam artifisial (media tanam buatan dengan mencampurkan beberapa jenis media tanam). [3]

Setelah semua gelas terisi dengan media tanam, aku segera mencari batang Peppermint yang layak untuk dibibitkan. Aku mencari batang yang agak tua yang masih segar dan gemuk. Belajar dari pengalaman, kami selalu memangkas atau memotong batang-batang Peppermint sampai ke pangkal batangnya. Sebab, itu adalah salah satu alternatif peremajaan batang-batang Peppermnit. [4] Jika kita hanya memotong pucuk-pucuknya saja, ada kemungkinan suatu saat nanti batang Peppermint yang tersisa menjadi sangat tua dan menghitam. Lama kelamaan, dedaunannya akan tumbuh kecil-kecil dan akhirnya Peppermint itu mati. Jadi, kami sarankan untuk jangan takut memangkas Peppermint meski sampai botak. Mereka akan tumbuh lagi, bahkan bisa jadi lebih subur. Dengan catatan, Peppermintnya bebas hama dan penyakit, ya! Hehee.

Saat aku sedang asyik mencari batang yang layak dibibitkan. Arsip: Afifah/Sayurankita

Berhubung batang yang kupilih rata-rata masih gemuk dan tampak sehat, maka aku tidak heran ketika melihat daunnya yang juga masih sehat-sehat. Paling hanya rusak dibagian pucuknya saja, karena kutu hitam memang senang melahap sari pucuk-pucuk daun Peppermint. Maka, aku pun memanen daun-daun yang masih bagus itu. Niatnya, daun itu akan dicampur dengan rebusan air jahe untuk berbuka puasa. Sayangnya, aku teledor dan meletakkan daun Peppermint itu di meja dapur. Daun itu pun mengering karena cuaca Pekanbaru yang sangat panas sehingga dapur kami, yang hanya beratapkan seng, menjadi seperti sauna di siang hari. Sebenarnya, daun Peppermint yang mengering itu masih bisa dimanfaatkan. Namun, entah mengapa aku merasa tidak begitu tertarik dengan daun Peppermint yang sudah kering. Akhirnya, daun-daun itu berakhir di wadah pengomposan.

Pucuk-pucuk daun Peppermint yang kehabisan makanan akibat dihisap oleh hama kutu sehingga mengering. Arsip: Ade/Sayurankita

 

Salah satu hama pada Peppermint. Hama kutu ini tidak hanya mengisap sari pada daun tetapi juga pada batang, menyebabkan batang menghitam. Arsip: Ade/Sayurankita

Usai memetik daun-daun Peppermint dan memotong-motong batangnya menjadi potongan-potongan kecil berukuran kurang lebih enam sentimeter, aku langsung menancapkan batang-batang itu ke media tanam yang sudah disediakan. Kemudian, koleksi setekan Peppermint itu kupindahkan ke rumah kaca, yang biasa kusebut “Rumah Ponik”, lalu kusiram sampai media tanamnya basah.

Normalnya, setekan Peppermint akan mulai tumbuh akar pada usia tiga hari setelah setek. Namun, aku baru berani memeriksa akarnya setelah tujuh atau empat belas hari setelah tanam. Ya, lebih baik menunggu lama daripada kecewa setekannya gagal tumbuh karena calon akar terganggu. Hehe.

Beberapa hasil setekan Peppermint. Usia tiga hari setelah setek. Arsip: Ade/Sayurankita

Perawatan setekan Peppermint tidak begitu sulit. Setekan cukup diletakkan di tempat teduh dan rutin disiram setiap hari. Bisa sekali atau dua kali sehari, tergantung situasi dan kondisi. Jika cuaca begitu terik dan media tanamnya cepat mengering (terlalu poros), kita bisa menyiramnya pagi dan sore.

Nah, semoga bayi-bayi Peppermint ini selamat dari gangguan kutu hitam, ya. Agar nanti bisa menggantikan posisi induk mereka di talang air, yang khusus untuk menanam para Peppermint.***


[Referensi]

[1] Encyclopedia of Life. Mentha.  

[2] Wikipedia. Peppermint.

[3] Sayurankita. 2018. Media Tanam. Modul Kelas Online Sayurankita.

[4] Simak cara panen Peppermint ala Sayurankita di Kanal Youtube Sayurankita: Panen Daun Mint (Mentha piperita)

 

11 thoughts on “(Aktivitas Kebun #III) Meremajakan Peppermint, Menyelamatkan si Piperita

  1. Kak, izin bertanya. Aku ada peppermint di rumah, daunnya ada beberapa yg hijau tapi di ujung daunnya hitam kaya membusuk gitu, itu kira² kenapa ya kak?

    Like

    1. Halo, Kak. Maaf Ponik baru bisa balas pesannya.

      Biasanya itu karena kutu, Kak. Kutunya menyerap sari pucuk daun sehingga pucuk2 daun layu dan membusuk. Cara mengatasinya, pangkas daun-daun yang terkontaminasi, lalu sisanya disemprot dengan air setiap kali menyiram peppermintnya. Jadi, peppermintnya seperti dimandikan gitu. Kutu hitam biasanya ga suka daun basah. Kalau masih seperti itu, peppermintnya digundulin, jadi kutu hitamnya kehilangan jejak. Kalau peppermintnya sudah subur akarnya, biasanya akan tumbuh lagi dengan tunas2 daun yang lebih sehat dan lebih banyak.

      semoga jawaban Ponik bisa membantu ya, Kak. 🙂

      Like

Leave a comment