Diskusi Tentang Hidroponik Bersama Pak Dayan

Bulan lalu, tepatnya tanggal 21 Mei 2017, saya mengunjungi salah seorang tetangga yang tinggal di Jalan Sepakat, Kecamatan Sukajadi. Namanya Pak Dayan, anak dari Bapak Jalaludin. Rumah Pak Dayan tidak jauh, hanya butuh sekitar 5-10 menit berjalan kaki dari rumah saya. Lokasinya terletak di depan rumah kakek saya, di dekat Pasar Pagi Cik Puan. Waktu kecil, halaman rumah Pak Dayan adalah lokasi favorit untuk bermain. Halaman rumah Pak Dayan cukup luas dan hijau, sederet rumput jepang menjadi permadani halaman rumahnya.

Instalasi hidroponik sederhana yang ada di pekarangan rumah Pak Dayan. (Foto: Sayurankita).

Sepulang dari Lombok bulan April lalu, saya melihat ada perbedaan di halaman rumah Pak Dayan. Di sana sudah ada instalasi hidroponik. Saat melihatnya pertama kali, instalasi hidroponik di rumah Pak Dayan penuh dengan sayuran kangkung, kemudian bayam, dan sekarang instalasi hidroponiknya penuh dengan berbagai macam sayuran, yaitu kangkung, bayam, pak coy, dan cabe. Sayuran-sayuran itu sudah memasuki musim tanam ketiga selama lebih kurang 4 bulan sejak memiliki instalasi hidroponik.

Setelah beberapa kali mencoba mengunjungi rumah Pak Dayan, akhirnya minggu lalu saya mendapat kesempatan untuk berbincang panjang dengan pak Dayan.

Alasan pak Dayan membuat instalasi hidroponik di rumahnya hanya untuk mengisi waktu luang. Katanya, ide awal membuat instalasi hidroponik ini tercetus karena melihat adiknya yang tinggal di Duri, Kecamatan Mandau, Kabupaten Bengkalis, yang menanam menggunakan teknik hidroponik. Pak Dayan yang tertarik lalu membawa instalasi yang dibuat oleh adiknya di Duri itu ke Pekanbaru. Meskipun lulusan Jurusan Kimia, Pak Dayan terlihat telaten merawat semua sayurannya.

“Saya gak ikut pelatihan,” jawab Pak Dayan, ketika saya tanya dari mana ia mengetahui teknologi hidroponik. “Cuma lihat punya adik di Duri, terus belajar otodidak dari internet. Kan, dalam hidroponik ini yang penting larutan nutrisinya, berapa ppm kebutuhan tanamannya. Untungnya saya lulusan kimia, jadi bisa ngerti sedikit tentang larutan nutrisi ini.”

Tanaman yang ada di instalasi hidroponik milik Pak Dayan. (Foto: Sayurankita).

“Teknologi hidroponik ini menarik,” lanjut Pak Dayan. “Hidroponik memiliki banyak keunggulan daripada nanam secara konvensional di lahan.” Itulah alasan Pak Dayan mengapa ia akhirnya memutuskan memilih cara hidroponik untuk menanam. Padahal, halaman rumahnya terbilang cukup luas jika ingin ditanami sayuran. Menurutnya lagi, beberapa keunggulan hidroponik ini di antaranya: waktu tanam yang fleksibel, bersih, pekerjaannya lebih ringan, waktu panennya lebih cepat, dan tidak memerlukan lahan yang luas.

“Berbeda dengan konvensional yang menanam pagi atau sore, hidroponik bisa menanam kapan saja. Karena tidak membutuhkan olah lahan. Kita tidak harus mencangkul. Cukup duduk di rumah sambil nonton TV, kita dapat menyemai sayuran. Seminggu kemudian, bibit bisa dipindah ke instalasi. Waktu pemindahannya juga tidak ada jam khusus. Kapan sempat, kita bisa memindahkannya. Dan yang jelas, kita tidak bermain dengan tanah. Jadi tetap bersih,” begitulah kira-kira penjelasan Pak Dayan kepada saya dengan bersemangat.

Afifah Farida, pendiri dan pegiat Sayurankita (jilbab merah) sedang berbincang dengan Bu Misra (jilbab biru), istri Pak Dayan. (Foto: Sayurankita).

Pak Dayan juga menceritakan bagaimana aktivitasnya sehari-hari dengan hidroponik di rumah sekarang ini membuat kebutuhan sayuran keluarganya bisa terpenuhi dan terjamin.

“Anak-anak yang dulunya gak suka sayur, sekarang setiap pagi mereka mengonsumsi jus sayuran,” ujar Bu Misra, istri Pak Dayan, dengan antusias. “Anak-anak jadi suka karena mereka lihat sayurannya tumbuh dan bersih. Untungnya, sekarang Bapak bisa mengakali gimana biar bisa panen setiap hari.”

Pak Dayan dan instalasi hidroponik buatan adiknya. (Foto: Sayurankita).

Menurut Bu Misra, dengan menanam sendiri (secara hidroponis) di rumah, pengeluaran untuk membeli sayuran bisa dipangkas. Selain itu, kebersihan dan kesehatannya terjamin. “Rasa sayurannya juga lebih renyah daripada sayuran di pasar,” lanjut Bu Misra.

Bercerita tentang hidroponik dari sisi bisnis, Pak Dayan yakin bahwa hidroponik ini merupakan bisnis yang cukup menguntungkan. Selain secara teknis mudah dilakukan dengan hasil yang bersih dan durasi untuk menunggu panen yang lebih pendek. Menurut pendapatnya, masyarakat juga mulai mengikuti perkembangan sayuran yang sehat untuk keluarga (organik dan anorganik). “Untungnya hidroponik itu, sayurannya gak pakai pestisida, jadi orang mulai melirik sayuran hidroponik ini. Kalau satu rumah, nanam hidroponik minimal 200 lubang, terus ada koperasi yang mengelola dan menampung hasil panennya, saya yakin untuk kebutuhan beberapa sayuran di Pekanbaru, paling tidak di lingkungan tempat tinggal kita, dapat terpenuhi secara mandiri,” kata Pak Dayan, berpendapat sekaligus berharap.

Pada beberapa aspek, saya sepakat dengan Pak Dayan. Agaknya, hidroponik adalah salah satu cara agar kita bisa mandiri dalam aksi pemenuhan kebutuhan sayuran, tapi tentu jika itu semua dikelola dengan baik. Tidak menutup kemungkinan juga bahwa pengembangan hidroponik ini dapat pula memperbaiki perekonomian masyarakat.

Malam semakin larut, saya pun pamit pulang. Diskusi saya dengan pak Dayan selesai dengan membawa satu tantangan baru, yaitu mengajak masyarakat di sekitar rumah saya untuk mulai menanam.

 

Pekanbaru, 16 Juni 2017
Afifah Farida

Penyunting : Manshur Zikri

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s