(Aktivitas Kebun #II) Belajar Tentang Oshibana dan Herbarium

Penulis: Ade Surya Tawalapi
Penyunting: Afifah Farida Jufri

 

SUDAH BEBERAPA HARI tanaman bunga di kebun Sayurankita bermekaran. Ada melati, mawar, wijayakusuma, rain lily, krokot, ruellia dan euphorbia. Setiap melihat bunga-bunga ini, mau tidak mau, aku pasti akan teringat salah satu hobi Afifah, yakni membuat oshibana. Karena penasaran, akhirnya aku mencoba mengorek pengetahuan Afifah tentang oshibana itu, sambil membantunya menyusun bunga-bunga tersebut.

Dari penjelasan Afifah, aku baru mengetahui apa yang disebut Oshibana. Selama ini aku hanya tahu oshibana sebagai pekerjaan seni yang melelahkan, karena menyusun bunga-bunga kering yang ukurannya bisa sangat kecil dan halus. Aku juga sudah tahu bahwa oshibana berasal dari Jepang. Namun, secara deskriptif, Afifah menyebutkan bahwa oshibana merupakan seni merangkai bunga pres. Disebut “bunga pres” karena dalam proses pembuatannya dilakukan pengepresan untuk menghilangkan kadar air pada bunga-bunga. Tujuan menghilangkan kadar air ini adalah untuk membuat bunga tersebut kering sempurna sehingga dapat bertahan lama (tidak membusuk).

Selain oshibana, Afifah juga menyebut kata “herbarium”. Aku ingat, saat Afifah residensi di Lombok, ia dan teman-teman Pasirputih membuat proyek seni, salah satunya herbarium (lihat: Herbarium Gili Meno). Menurut Afifah, oshibana dan herbarium adalah dua hal yang sama, terutama dalam hal pembuatannya. Secara proses, keduanya menggunakan teknik pengepresan, kemudian ditempel pada kertas. Perbedaannya hanya pada kegunaannya. Jika oshibana berfungsi sebagai karya seni, herbarium justru berfungsi sebagai media penelitian. Namun, berdasarkan cerita Afifah, Zikri pernah menyebutkan bahwa herbarium sebagai media penelitian pun tetap termasuk karya seni.

Karena aku masih penasaran, usai membantu Afifah menyusun dan menyimpan bahan untuk oshibana di bawah kasur, aku pun mencari tahu lebih lanjut tentang kedua karya seni tersebut. Informasi yang kudapatkan tidak jauh beda dari penjelasan Afifah.

Bunga telang yang sudah dipres. Arsip: Sayurankita

Dari situs salah seorang seniman oshibana asal Khabarovsk, Rusia, bernama Natalia Kishigami, aku mengetahui bahwa oshibana tidak hanya memanfaatkan bunga, melainkan juga dedaunan dan batang. Pada dasarnya, oshibana memanfaatkan keseluruhan bagian pada bunga, yakni kelopak, mahkota, benang sari dan putik, serta daun dan batang, sesuai kebutuhan. Bagian-bagian tersebut dimanfaatkan sebagai pengganti “pewarna” pada sebuah gambar atau sketsa dengan tujuan menambah nilai artistiknya.[1]

Natalia juga menyebutkan bahwa Oshibana sudah hadir sejak abad ke-16. Dalam beberapa artikel lain dikatakan pada mulanya oshibana diperuntukkan bagi laki-laki. Sebab, pada abad ke-16 tersebut, oshibana menjadi salah satu syarat untuk menjadi prajurit samurai. Pada masa itu, para prajurit diminta membuat oshibana untuk melihat kesabaran, konsentrasi dan keharmonisannya pada alam. Selanjutnya, kesenian ini mulai digemari kaum perempuan. Lambat laun, oshibana mulai menyebar ke negara-negara Eropa dan Amerika melalui perdagangan. Pada tahun 1890-an sampai abad ke-20, kesenian oshibana menjadi salah satu suvenir populer di dunia.[2]

Menurut Natalia, ada beberapa tahap yang harus dilakukan untuk mendapatkan hasil oshibana yang diinginkan. Pertama, kita harus memilih tanaman yang akan kita gunakan. Pemilihan tanaman ini juga harus memperhatikan waktu yang tepat, agar mendapatkan komponen warna dan tekstur yang tepat pula. Selanjutnya, dilakukan pengepresan. Ada beberapa teknik pengepresan bunga dan tanaman untuk oshibana. Namun, teknik yang umum digunakan adalah dengan cara menyusun bunga-bunga dan dedaunan dalam lapisan kertas atau koran. Kemudian ditutup, dan diletakkan di bawah benda berat, seperti tumpukan buku atau kasur. Selain membutuhkan waktu, proses pengepresan ini juga membutuhkan keterampilan dan pengalaman. Jika menginginkan hasil yang lebih maksimal, dibutuhkan juga beberapa bahan atau alat tertentu, seperti salah satunya kertas khusus pengepresan, yakni desiccant peppers. Kertas ini memiliki kemampuan untuk mempertahankan warna alami pada bunga dan dedaunan.

Waktu yang digunakan untuk pengepresan beragam, tergantung jenis bunga dan tanamannya. Namun, biasanya pengepresan dilakukan selama kurang lebih dua minggu. Sambil menunggu hasil pengepresan ini, kita bisa membuat sketsa sesuai yang kita inginkan. Umumnya, kertas yang digunakan adalah kertas washi, kertas khusus untuk oshibana. Namun, kita tetap bisa menggunakan kertas HVS biasa atau kertas  concord. Selanjutnya, kita tinggal menyusun hasil pengepresan pada sketsa tersebut.

Tahapan-tahapan di atas, juga berlaku dalam pembuatan herbarium. Bedanya, pada herbarium kita tidak membutuhkan sketsa. Seperti yang dijelaskan Afifah, herbarium berfungsi untuk penelitian sehingga yang diutamakan adalah kepadatan informasinya. Bunga dan daun disusun sedemikian rupa agar dapat dipelajari karakterisik morfologi utamanya, yakni struktur bunga dan daun. Jika pada oshibana kita dapat menyusun beragam jenis bunga dan daun pada satu kertas, pada herbarium kita hanya dapat menyusun satu jenis tanaman. Apabila dibutuhkan, bagian tanaman yang disusun bisa sangat lengkap, seperti bunga, daun, batang, bahkan akar.

Pada bagian bawah herbarium harus tertera nama tanaman, baik nama daerah maupun nama ilmiahnya. Disertakan juga nama pembuat dan lokasi pembuatan. Selain itu, penting juga mencantumkan informasi terkait tanaman. Bisa berupa klasifikasi ilmiah, morfologi, kandungan dan khasiat, sejarah kemunculan dan budidayanya. Hal ini terkait dengan fungsi herbarium sebagai media penelitian. Encyclopedia Britannica menyebutkan bahwa kegunaan herbarium adalah untuk memberikan informasi biogeografis yang dapat digunakan untuk mendokumentasikan rentang sejarah tanaman, untuk menemukan spesies langka atau terancam punah, atau untuk melacak ekspedisi penjelajah dan pengumpul tanaman (kolektor atau pembuat herbarium). Hasil fisik herbarium sendiri juga menjadi bahan penting untuk untuk analisis DNA dan studi palynologi.[3]

Baik oshibana maupun herbarium sama-sama dapat disimpan di museum atau universitas sebagai bahan pendidikan dan penelitian. Namun, umumnya oshibana disimpan sendiri oleh senimannya sebagai koleksi pribadi, dijual sebagai cinderamata atau dilelang pada kolektor seni. Sementara, herbarium umumnya disimpan di beberapa tempat khusus seperti arboretum, sebagai koleksi bersama. Keduanya sama-sama bisa didigitalisasikan untuk mempermudah persebaran informasi sekaligus untuk pengarsipan.

Oshibana “Kembang Telang”, karya Ade Surya Tawalapi saat belajar membuat oshibana pertama kali bersama Afifah. Arsip: Sayurankita

Selama Afifah menekuni hobinya ini, aku tidak begitu memperhatikan persamaan dan perbedaan oshibana dan herbarium. Aku pernah mencoba mempelajari menyusun tanaman tersebut bersama Afifah, namun aku tidak tahu apa yang sedang kubuat itu. Barulah setelah memahami perbedaan antara oshibana dan herbarium ini, aku menyadari bahwa yang kubuat waktu itu adalah oshibana.***


[Referensi]

[1] Kishigami, Natalia. 2013-2018. Oshibana. Art Floreo (http://www.artfloreo.com/oshibana.html diakses pada 25 April 2019)

[2] Telesco, Patricia. 2017. The History of Pressed Flowers. Garden-Guides.com (https://www.gardenguides.com/130787-history-pressed-flowers.html di akses pada 25 April 2019)

[3] Petruzello, Melissa. 2017. Herbarium, Botanical Collection. Encyclopedia Britannica. (https://www.britannica.com/science/herbarium-botany diakses pada 25 April 2019)

[4] Wikipedia. Herbarium. (https://en.wikipedia.org/wiki/Oshibana diakses pada 25 April 2019)

2 thoughts on “(Aktivitas Kebun #II) Belajar Tentang Oshibana dan Herbarium

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s