Penulis: Ade Surya Tawalapi
Penyunting: Afifah Farida Jufri
SABTU, 20 APRIL 2019, aku dan Afifah terjebak di salah satu supermarket di Pekanbaru. Kami hendak membeli pembersih perabotan, namun ternyata tidak ada di supermarket itu. Saat akan pulang, aku membujuk Afifah (lebih tepatnya memaksa) untuk membeli roti tawar dan mentega. Aku tahu, dari dua bahan itu, Afifah pasti bisa membuat makanan sederhana yang nikmat untuk mengisi perut kami yang keroncongan usai berkebun. Ternyata, Afifah dengan suka rela menerima bujukanku. Sebungkus roti tawar dan mentega merk terkenal se-Indonesia, yang kebetulan saat itu sedang diskon, mendarat di pelukanku. Kami memang bukan tipe pembeli yang inisiatif mengambil keranjang belanja ketika hanya berniat membeli satu atau dua barang.
Esoknya, Afifah belum mengolah apa-apa dari roti tawar yang kami beli lantaran pagi itu masih banyak camilan sisa semalam. Kami sudah keburu kenyang dengan Rori Bakar Bandung tiga rasa. Juga keburu kenyang dengan menu makan siang sederhana, yakni sepiring udang goreng petai balado ditemani semangkuk besar sayur tumis labu siam dan wortel. Barulah keesokan paginya Afifah memutuskan untuk mengolah roti tawar itu menjadi sarapan enak dan mengenyangkan!
Awalnya, aku berniat untuk mengolah sendiri roti tawar itu menjadi sandwich isi terlur dadar polos. Namun, ketika melihat isi kulkas, aku tidak menemukan bahan yang kubutuhkan. Aku pun akhirnya mengemil roti tawar yang diolesi selai kacang. Lalu tiba-tiba, Afifah yang baru selesai menyiram tanaman bersorak dari dapur,
“Aku bikin sandwich telur, ah!” katanya.
“Loh, emang ada telur?” tanyaku heran.
“Ada dong! Nih, tinggal dua.”
Ternyata benar, ada dua telur yang terselip di rak telur bagian bawah. Salahku yang hanya melihat rak bagian atas dan tidak memeriksa dengan teliti rak-rak lainnya.
“Adek mauuuu!” rengekku manja pada Afifah, yang seketika saja memberikan ekspresi geli sekaligus “jual mahal”.
Lima belas menit kemudian, dua piring Sandwich Télor terhidang di meja makan. Aku tahu, meski Afifah sering kali kesal melihatku yang banyak makan dan banyak mau tapi selalu malas-malasan membantunya di dapur, ia tetap akan membuat “makanan yang aneh-aneh” dua porsi. Satu untuknya, satu untukku. Yang kukesalkan sekaligus kukagumi adalah, awalnya aku berniat untuk melihat proses pembuatan sarapan itu, tapi Afifah bekerja terlalu cepat sementara aku masih sibuk membaca ulang buku yang akan kuulas. Tiba-tiba saja makanan itu sudah jadi dan siap disantap.
Aku meneliti isi sandwich yang dibuat oleh kakakku itu. Berbeda dari yang kubayangkan. Awalnya, kupikir Afifah hanya akan membuat sandwich dengan telur dadar polos. Namun ternyata tidak. Soal masakan, Afifah memang senang berkesperimen, meskipun eksperimen sederhana.
Telur dadar yang menjadi isi sandwich buatan Afifah terbuat dari dua butir telur yang dicampur dengan tomat, kelor, bawang merah, lada dan garam. Kupikir daun-daun hijau yang menghiasi telur dadar itu adalah daun kari. Sekilas, bentuknya memang mirip. Namun, kata Afifah itu daun kelor. Lantas aku bertanya dari mana munculnya wangi harum? Ternyata, dari bawang merah berpadu dengan lada. Saat melihat isinya yang tidak biasa itu, aku terinspirasi untuk menjadikannya bahan tulisan. Melintas dalam kepalaku bahwa “Télor” , dengan e keras, bisa menjadi akronim dari telur dan kelor. Aku pun kemudian bertanya pada Afifah apa resep lengkapnya dan ia dengan senang hati menjelaskan resep dan cara membuatnya. Ternyata, mudah sekali!

Pertama-tama, satu buah tomat dicuci bersih lalu dipotong dadu. Bisa juga dipotong sesuai selera, seperti berbentuk bunga-bunga kecil, kalau itu tidak merepotkanmu. Hehe. Kemudian, tiga siung bawang merah yang sudah dikupas dan dicuci, diiris tipis-tipis. Selanjutnya, dua butir telur yang sudah dipecah ke dalam wadah, dicampur dengan potongan tomat dan bawang tersebut. Kemudian, masukkan segenggam kelor. Kata Afifah, kelor yang digunakannya adalah sisa panen kemarin yang tersimpan di kulkas. Ternyata, kelor tersebut masih bagus dan masih bisa diolah. Terakhir, masukkan sejumput garam dan lada secukupnya. Barulah semua bahan dikocok hingga merata dan sedikit mengembang.
Selanjutnya, Afifah memanaskan sedikit minyak dalam wajan. Kata Afifah, sebenarnya lebih baik menggunakan margarin atau mentega. Namun, ia tetap memakai minyak goreng berhubung margarinnya berada di ruang makan. Sepertinya, ia terlalu lapar untuk melangkah sedikit ke ruang makan. Juga mungkin tidak terpikir pula olehnya untuk memintaku mengambilkannya padahal aku sedang membaca di sana. Lapar memang cukup berbahaya, ya. Hahaa.
Setelah wajan cukup panas, Afifah menuangkan setengah adonan telur dadar tadi dan memasaknya hingga setengah matang. Kemudian, ia meletakkan selembar roti tawar di atasnya. Selanjutnya, masak telur sampai benar-benar matang, sambil dibalikkan sekali atau dua kali agar roti melekat sempurna pada telur dadar. Setelah dadar benar-benar matang, angkat dan sisihkan. Lakukan cara yang sama untuk sisa adonan telur dadar.
Karena Afifah sedang membuat sandwich, maka diperlukan roti penutup agar berbentuk lapisan. Roti penutupnya dibakar di atas wajan bekas memasak dadar tadi. Pastikan minyaknya hanya yang tertempel di wajan (tidak menggenang), agar rotinya tidak mengandung minyak yang bisa membuat pemakannya eneg. Setelah terbakar merata, letakkan roti tersebut di atas lapisan telur dadar.
Oya! Jangan lupa diolesi saus sambal dan mayonaise, ya! Agar lebih maknyusss! Kebetulan dua bahan itu tidak ada di dapur kami. Jadi Afifah, yang memang kadang terlihat niat sekali, pergi ke warung bakso depan rumah demi secuil saus sambal.
Usai diolesi saus sambal minus mayonaise, Sandwich Télor dengan e keras a la Afifah ternyata berhasil menggugah selera! Tanpa ba-bi-bu, kami langsung saja memakannya dengan semangat, melupakan ritual “potret dulu sebelum santap”. Untungnya, pada gigitan terakhir aku terinspirasi untuk menuliskan kisah sandwich ini. Maka, kufoto saja sisa-sisa jajahan perut yang kelaparan itu. Hahaa!***