ABSTRAK
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan atau disintesa pada sel dan grup taksonomi tertentu yang dapat digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, dan obat herbal. Salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai obat herbal yaitu tanaman kola. Biji tanaman kola diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder berupa kafein, katekin, dan tanin. Dalam pengobatan tradisional, biji tanaman kola digunakan sebagai stimulan, obat kuat, dan astrigen. Biji tanaman kola bisa dikonsumsi segar dengan cara dikunyah atau diolah terlebih dahulu menjadi bubuk sebelum diseduh menjadi teh.
Metabolit sekunder merupakan senyawa yang dihasilkan atau disintesa pada sel dan grup taksonomi tertentu pada tingkat pertumbuhan atau stress tertentu. Senyawa ini diproduksi hanya dalam jumlah sedikit, tidak terus-menerus, yang berfungsi untuk mempertahankan diri dari habitatnya dan tidak berperan penting dalam proses metabolisme utama (primer). Pada tanaman, senyawa metabolit sekunder memiliki beberapa fungsi, di antaranya sebagai atraktan (menarik serangga penyerbuk), melindungi dari stress lingkungan, pelindung dari serangan hama/penyakit (phytoaleksin), pelindung terhadap sinar ultra violet, sebagai zat pengatur tumbuh, dan untuk bersaing dengan tanaman lain (alelopati) (Mariska, 2013).
Senyawa kimia sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan sebagai zat warna, racun, aroma makanan, dan obat herbal. Penggunaan obat herbal dapat menjadi salah satu pilihan untuk mengobati, baik penyakit ringan seperti batuk dan demam, maupun penyakit kronis seperti asma, kanker, depresi, dan diabetes. Efek dari obat herbal tersebut disebabkan karena kandungan senyawa kimia yang terdapat di dalamnya. Efek farmakologis dan toksisitas obat herbal perlu diperhatikan sebagai keamanan dalam penggunaannya. Jenis senyawa kimia yang berbeda, seperti alkaloid, glikosida, falvonoid dan lain-lain, yang menjadi senyawa penting dalam obat herbal, sangat perlu untuk diketahui terlebih dahulu dalam menggunakan obat herbal (Barnes, 2007).
Sangat banyak jenis tanaman yang digunakan sebagai obat herbal. Salah satu tanaman obat yang digunakan sebagai obat herbal yaitu tanaman kola. Tanaman kola merupakan obat herbal yang banyak digunakan di daerah Afrika, Asia, dan Amerika Selatan untuk meningkatkan nafsu makan dan mengatasi kelelahan. Biji tanaman kola diketahui mengandung kafein yang berfungsi sebagai zat perangsang (Parker, 2001). Untuk mengetahui lebih lanjut manfaat tanaman kola sebagai obat herbal maka perlu dipelajari sintesis, mekanisme, dan efek farmakologis senyawa metabolitnya.
Pembahasan
Klasifikasi, Daerah Asal, dan Penyebaran Tanaman Kola
Tanaman kola secara umum dikenal dengan nama kola, cola nut tree, dan cola. Di Indonesia, baik dalam konteks nama umum maupun nama daerah (Medan, Sunda dan Jawa Tengah), tanaman ini juga dikenal dengan nama kola. Di Vietnam, dikenal dengan nama c[oo]ca. Spesies tanaman kola yang dominan, adalah Cola acuminata dan Cola nitida (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000; BPOM RI, 2008). Klasifikasi tanaman kola dapat dilihat pada Tabel 1.

Pusat keragaman tanaman kola berada di wilayah Afrika Barat pada tiga area yang relatif menjadi konsentrasi terbesar, yaitu Sierra Leone/Liberia, Nigeria/Kamerun, dan Gabon. C. nitida, tanaman kola yang umum terdapat di Afrika Barat pada daerah Sierra Leone hingga Benin, menyebar di area hutan hujan pesisir Ivory dan Ghana. Sedangkan daerah penyebaran C. acuminata lebih jauh ke Timur dari Togo hingga area hutan hujan Nigeria bagian Timur, Kamerun, Kongo bagian barat, dan Angola (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000).
Tanaman kola menyebar ke banyak daerah tropis melalui biji yang dibawa oleh pedagang. C. nitida dilaporkan masuk ke daerah Trinidad dan Jamaika pada awal tahun 1680; ke daerah India, Indonesia, Semenanjung Malaysia, dan Singapura pada awal abad ke-10. Selanjutnya, tanaman ini menyebar ke Australia dan Amerika Selatan. C. acuminata dilaporkan menyebar ke daerah Brazil, Venezuela, dan Kolombia. Kedua spesies tersebut kemungkinan diintroduksi ke Amerika Tengah dan Selatan selama masa perdagangan budak (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000).
Deskripsi Tanaman Kola
Deskripsi umum tanaman Kola, yaitu pohon yang selalu berdaun hijau (evergreen trees), kebanyakan berukuran kecil atau sedang. Daun berulir, berlekuk, memiliki tangkai daun. Susunan bunga pada tangkai dengan tandan di tengah, malai, bertandan atau melingkar, biasanya dengan bunga jantan dan hermaprodit; kelopak seperti lonceng/kerucut, sangat berlekuk, putih atau berwarna; daun mahkota tidak ada; bunga jantan mempunyai bantalan 5-12 benang sari yang menyatu dalam lajur, bunga hermaprodit mempunyai satu atau dua bantalan 5-6 kepala putik, masing-masing mempunyai ovarium di bagian dasarnya, ovarium biasanya mempunyai 5 karpel yang saling menempel dan bentuk yang bebas. Buah tersusun dari 4-5 kantung yang membujur. Biji mencapai 14 dalam setiap karpel, bersudut tumpul, ukuran 5 cm x 3 cm, dengan 2 atau lebih kotiledon dan tidak ada endosperma (van Eijtnatten & Roemantyo 2000).
Deskripsi C. acuminata, yaitu, habitus berupa perdu dengan tinggi ±20 m. Batang bulat, berkayu, bercabang-cabang, permukaannya kasar, warnanya hijau kecoklatan (Gambar 1a). Daun tunggal, tersebar, bertangkai, bentuknya bulat telur memanjang, ujung runcing, tepi rata, pangkalnya meruncing, panjang daun 7-19 cm dan lebarnya 2-6 cm, pertulangan menyirip dan warnanya hijau (Gambar 1b). Bunga majemuk, bentuk malai, bentuk kelopak bunga kerucut, terdapat di ketiak daun, warna hijau bila masih muda dan coklat bila sudah tua, bentuk mahkotanya bintang, bertajuk lima, jumlah benang sari sepuluh yang tersusun seperti bintang, warnanya ungu, warna putik kuning, kuning keputih-putihan (Gambar 1c). Buahnya kotak yang setiap tangkainya terdapat 1-5 buah, bentuk buah bulat memanjang, di mana pada setiap buah berisi 5-15 biji, panjang buah 8-15 cm dengan diameternya 5-9 cm, warnanya hijau. Bentuk biji bulat telur, keras, panjangnya 3-6 cm dan lebar 2-4 cm, selaput biji berasa manis dan wangi, warnanya merah (Gambar 2). Akar tunggang dan berwarna coklat (BPOM RI, 2008).
Perbedaan dengan C. accuminata dengan C. nitida, yaitu, habitus C. nitida berupa pohon dengan tinggi ±25 m. Daun C. acuminata jarang dan terbatas pada ujung cabang, ukuran daun 16-27 cm x 5.5-11 cm, tangkai daun lebih pendek (±4 cm). Daun C. nitida tidak terbatas pada ujung cabang, ukuran daun 9-32 cm x 3.5-13 cm, tangkai daun lebih panjang (±10 cm). Buah C. acuminata berwarna kecoklatan, ukuran buah 20 cm x 6 cm, jumlah bijinya mencapai 14 biji dalam satu buah. Ukuran biji lebih kecil (4 cm x 2.5 cm), testa tipis berwarna putih dengan 3-6 kotiledon berwarna merah muda, merah atau kadang-kadang putih. Buah C. nitida berwarna hijau, ukuran buah 8-13 cm x 4-8 cm, jumlah biji mencapai 10 biji dalam 1 buah. Ukuran biji lebih besar mencapai 5 cm dengan testa tebal berwarna putih hingga merah muda, dengan 2-3 kotiledon berwarna putih, merah muda atau merah (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000).
Cara Perbanyakan Tanaman Kola
Tanaman kola biasanya diperbanyak dengan biji. Benih C. acuminata dilaporkan berkecambah lebih cepat daripada C. nitida. Benih harus disemai di pembibitan sekitar 6-12 bulan sebelum dimulainya musim hujan, tergantung panjang dormansi benih untuk memungkinkan pindah tanam bibit pada saat awal musim hujan. Benih ditanam pada kedalaman 5-10 cm dengan posisi horizontal. Untuk mempercepat perkecambahan, benih harus ditempatkan di atas media tanam lembab, ditutupi dengan plastik dan diterangi (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000).
Bibit tergantung pada akar tunggang sampai umur 9 bulan, sehingga kedalaman media harus 40-45 cm. Jika tidak, tanaman harus ditanam di bedeng persemaian. Ketika berusia 12 bulan, akar sekunder bibit akan berkembang dan sudah bisa ditransplantasikan dengan bola akar yang diinginkan. Saat pindah tanam, tinggi bibit harus sekitar 50 cm dan memiliki 12-14 daun dewasa. Bibit yang telah di persemaian sampai 12 bulan mempunyai 17-20 daun, dan harus dipangkas dengan tinggi 50-60 cm. Selain diperbanyak menggunakan biji tanaman kola, juga bisa diperbanyak menggunakan stek batang. Keberhasilannya bisa mencapai 90%, namun hasil untuk setiap pohon akan bervariasi (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000).
Kandungan Senyawa Bioaktif Tanaman Kola
Buah kola mengandung tiga senyawa umum, yaitu kafein, katekin, dan tanin. Senyawa alkaloid lain juga terdapat dalam jumlah yang jauh lebih kecil, seperti theobromine dan betain. Buah kering C. nitida per 100 g mengandung: air 16 g, protein 11 g, lemak 2 g, karbohidrat 52-53 g, serat 8-9 g, kafein 1-3 g, tanin 4 g, dan abu 3 g. Kandungan yang lain, yaitu selulosa, enzim, glukosida, pigmen warna merah dan gula (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000; Barnes, 2007). Kandungan senyawa kimia C. accuminata dapat dilihat pada Tabel 2.

Berdasarkan Tabel 2., terlihat bahwa senyawa dominan pada tanaman kola adalah kafein yang terdapat pada biji. Kafein merupakan senyawa alkaloid purin tipe Xanthine. Senyawa kafein juga ditemukan pada tanaman teh (Camelia sinensis), mate (Ilex praguarensis), dan kakao (Theobroma cacao) (Barnes, 2007; Kennedy & Wigthman, 2011). Struktur senyawa kafein dapat dilihat pada Gambar 3.

Lintasan biosintesis senyawa kafein yang merupakan senyawa alkaloid adalah melalui lintasan asam shikimat. Dari fotosintesis karbohidrat yang dihasilkan bisa masuk ke lintasan pentosa fosfat atau pada proses glikolisis. Setelah dari lintasan pentosa fosfat dan proses glikolisis, lalu ke lintasan asam shikimat. Dari lintasan asam shikimat masuk ke asam amino aromatik, kemudian masuk ke senyawa yang mengandung nitrogen. Dari proses glikolisis juga bisa masuk ke asam amino alipatik (Gambar 4). Jalur umum dalam biosintesis kafein adalah 7-methylxantosine → 7-metilxantin → teobromin → kafein (Gambar 5). Sebagai senyawa alkaloid, kafein dibiosintesis di mitokondria dan disimpan di kloroplas.


Mekanisme Kerja Senyawa Kafein
Berdasarkan beberapa percobaan yang pernah dilakukan, diketahui bahwa kafein memiliki efek farmakologis meliputi diuretik, stimulasi otot jantung, relaksasi otot polos, stimulasi sekresi asam lambung, meningkatkan asam lemak bebas dan kadar gula dalam plasma, menghambat reseptor adenosin di otak, pembuluh darah, ginjal, dan saluran gastrointestinal (Burdock, 2009). Kafein merupakan antagonis kompetitif yang menghambat reseptor adenosin A1 dan A2 yang mengakibatkan peningkatan aktivitas dopamine dan glutamatergik di otak. Kafein juga memiliki efek vaso-konstriksi di sekeliling aliran pembuluh darah otak dengan menghambat reseptor pembuluh darah adenosin A2a (Kennedy dan Wigthman, 2011).
Efek samping yang terkait dengan minuman yang mengandung xanthine, yaitu sulit tidur, gelisah, gemetaran, jantung berdebar, dan sakit kepala. Penggunaan biji kola dilarang bagi penderita hipertensi, penderita penyakit jantung, ibu hamil, dan menyusui (bisa tersekresi dalam air susu) karena kandungan kafeinnya (Barnes, 2007).
Pengolahan Biji Tanaman Kola
Buah dari C. nitida harus dipotong sebelum rontok, untuk mencegah serangan serangga. Buah yang jatuh harus segera diambil. Kulit dibuka dan biji ditumpuk serta sering disiram dengan air. Mantel biji kemudian meluruh dengan cepat dan setelah beberapa hari dapat dibersihkan, sehingga biji bersih tanpa cedera eksternal yang akan mengurangi kualitasnya. Setelah panen, biji kola disimpan dalam keranjang dan secara teratur diaduk dan diperiksa jika terjadi serangan serangga. Selama periode ini, yang berlangsung beberapa hari, biji akan menjadi kering dan mengalami masa dormansi. Kemudian biji ditempatkan dalam keranjang, dilapisi dengan daun segar, yang diisi ulang dengan interval 2-3 minggu (van Eijtnatten & Roemantyo 2000).
Disarankan menggunakan plastik untuk menggantikan daun segar sebagai lapisan untuk wadah/keranjang setelah biji memasuki dormansi. Biji dijaga agar berada dalam wadah kedap udara sehingga dapat mengurangi metabolisme karena peningkatan dari CO2. Di samping itu, juga mencegah perkembangan dan serangan kumbang penggerek biji. Di Indonesia dan Amerika Selatan, hasil panen biji biasanya diperlakukan seperti kakao, yaitu dikeringkan (Gambar 6).

Kegunaan dan Cara Penggunaan Tanaman Kola
Dalam pengobatan tradisional, biji tanaman kola digunakan sebagai stimulan, obat kuat, dan astrigen. Efek stimulan didapat dengan cara mengunyah biji kola segar. Saat dikunyah, tanin dari buah kola menjadi astringen (zat yang memberi rasa pahit) di dalam mulut, meskipun ini segera menghilang dan berubah menjadi rasa manis sebagaimana tanin kehilangan efeknya. Pada saat yang sama, alkaloid dikeluarkan oleh pengaruh enzim dan memberikan efek merangsang. Ekstrak dari biji kering C. nitida ditambahkan ke dalam minuman ringan cola beserta dengan ekstrak coca (Erythroxylum coca Lamk atau Erythroxylum novogranatense (Morris) Hieron.) (van Eijtnatten & Roemantyo, 2000). Dosis yang diperbolehkan, yaitu, tepung kotiledon 1-3 g sebagai jamu yang direbus 3 kali sehari (Gambar 7), ekstrak cair 0.6-1.2 ml (1:1 dalam 60% alkohol) dan larutan obat dalam alkohol (1:5 dalam 60% alkohol) (Barnes, 2007).

Biji kola bisa langsung dikunyah atau dijadikan bubuk terlebih dahulu sebelum diseduh menjadi teh (Parker, 2001). Untuk obat sakit kepala, dapat digunakan ± 5 gram serbuk biji kola, diseduh dengan 1/2 gelas air matang panas, didinginkan dan disaring. Hasil saringan diminum sekaligus. Selain itu, juga bisa sebagai penyegar badan dan obat migrain. Cara penggunaannya: campuran biji kola 5 g, buah cabai jawa 3 g, rimpang lempuyang 3 g, Air 110 ml, dibuat menjadi larutan, diminum 1 kali sehari 100 ml.
Kesimpulan
Tanaman kola merupakan salah satu tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat. Biji tanaman kola diketahui mengandung senyawa metabolit sekunder berupa kafein, katekin, dan tanin. Senyawa yang paling dominan adalah senyawa kafein yang disintesis melalui lintasa asam shikimat, disintesis di mitokondria dan disimpan dalam kloroplas. Dalam pengobatan tradisional, biji tanaman kola digunakan sebagai stimulan, obat kuat, dan astrigen. Biji tanaman kola bisa dikonsumsi segar dengan cara dikunyah atau diolah terlebih dahulu menjadi bubuk sebelum diseduh menjadi teh.
Daftar Pustaka
Barnes, J., Anderson, L. A., Phillipson, J. D. 2007. Herbal Medicines Third Edition. London (UK): Pharmaceutical Press.
BPOM RI. 2008. Cola acuminata Schott ET Endl. [Internet]. [diunduh 2014 Mar 11]. Tersedia pada: http://perpustakaan.pom.go.id/ebook/Taksonomi%20Koleksi%20Tanaman%20Obat%20Kebun%20Tanaman%20Obat%20Citeureup/Cola%20acuminata%20Schott%20ET%20Endl..pdf
Burdock, G. A., Carabin, I. G., Crincoli, C. M. 2009. Safety assessment of kola nut extract as a food ingredient. Food and Chemical Toxicology, 47: 1725-1732. doi: 10.1016/j.fct.2009.04.019.
Kennedy, D. O., Wightman, E. L. 2011. Herbal extracts and phytochemicals: plant secondary metabolites and the enhancement of human brain function. Advances in Nutrition, 2: 32-50. doi:10.3945/an.110.000117.
Mariska, I. 2013. Metabolit Sekunder: Jalur pembentukan dan kegunaannya [Internet]. [Diakses tanggal 2014 Mar 18]. Tersedia pada: http://biogen.litbang.pertanian.go.id/2013/08/metabolit-sekunder-jalur-pembentukan-dan-kegunaannya/
Parker, S. 2001. Jendela Iptek Seri 16: Ilmu Kedokteran. Jakarta (ID): PT Balai Pustaka.
van Eijnatten, C. L. M., Roemantyo. 2000. Cola Schott & Endl. Dalam H. A. M. Van der Vossen & M. Wessel (Eds.). Plant Resources of South-East Asia No. 16: Stimulants. Bogor(ID): PROSEA, hal. 78-83.
—
Gambar sampul artikel: Franz Eugen Köhler, Köhler’s Medizinal-Pflanzen – List of Koehler Images, Public Domain, https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=255532
Tulisan yang bermanfaat…thanks thor..
LikeLiked by 1 person
Halo, Irene
Terima kasih atas komentar dan apresiasinya.
Salam pertanian! 🙂
LikeLike
lengkap banget min
di tunggu tanaman selanjutnya min
LikeLiked by 1 person
Halo Abdul Wahid!
Terima kasih apresiasinya. Semoga kami bisa terus konsisten menyebarkan informasi agrikultur.
Salam pertanian! 🙂
LikeLike